FATWA MUI TENTANG TRADING FOREX
Fatwa MUI Tentang Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF)
Pertanyaan yang pasti ditanyakan oleh setiap trader di Indonesia :
1. Apakah Trading Forex Haram?
2. Apakah Trading Forex Halal?
3. Apakah Trading Forex diperbolehkan dalam Agama Islam?
4. Apakah SWAP itu?
Mari kita bahas dengan artikel yang pertama :
Forex Dalam Hukum Islam
بسم الله الرحمن الرحيم
Dalam bukunya Prof. Drs. Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH;
Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Forex (Perdagangan Valas)
diperbolehkan dalam hukum islam.
Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang
kebutuhan/komoditi antar negara yang bersifat internasional. Perdagangan
(Ekspor-Impor) ini tentu memerlukan alat bayar yaitu UANG yang
masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama
lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara
tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara.
HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS
1. Ada Ijab-Qobul : ---> Ada perjanjian untuk memberi dan menerima
Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai.
Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan.
Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakantindakan hukum (dewasa dan berpikiran sehat)
2. Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu:
Suci barangnya (bukan najis)
Dapat dimanfaatkan
Dapat diserahterimakan
Jelas barang dan harganya
Dijual (dibeli) oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya
Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan.
Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama.
"Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan".
(Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas'ud)
Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan
syarat harus diterangkan sifatsifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika
barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya.
Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya
boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Hal ini sesuai dengan
hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah:
“Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya".
Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang,
bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena
akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus mengeluarkan semua
hasil tanaman yang terpendam untuk dijual. Hal ini sesuai dengan kaidah
hukum Islam:
“Kesulitan itu menarik kemudahan.”
Demikian juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus/tertutup,
seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi label yang
menerangkan isinya. Vide Sabiq, op. cit. hal. 135. Mengenai teks kaidah
hukum Islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair,
Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal. 55.
JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM
Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi
dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya.
Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara
membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia
perdagangan disebut devisa. Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh
devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan
devisa untuk mengimpor dari luar negeri.
Dengan demikian akan timbul penawaran dan perminataan di bursa valuta
asing. setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya
masing-masing (kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang
asing) misalnya 1 dolar Amerika = Rp. 12.000. Namun kurs uang atau
perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada
kekuatan ekonomi negara masing-masing. Pencatatan kurs uang dan
transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing
(A. W. J. Tupanno, et. al. Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud
1982, hal 76-77)
FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia
No: 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (Al-Sharf)
Menimbang :
a. Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan
transaksi jual-beli mata uang (al-sharf), baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
b. Bahwa dalam 'urf tijari (tradisi perdagangan) transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa
bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandangan ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain.
c. Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakukan sesuai dengan ajaran
Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk
dijadikan pedoman.
Mengingat :
1. "Firman Allah, QS. Al-Baqarah[2]:275: "...Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."
2. "Hadis nabi riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa'id
al-Khudri:Rasulullah SAW bersabda, 'Sesungguhnya jual beli itu hanya
boleh dilakukan atas dasar kerelaan (antara kedua belah pihak)' (HR.
albaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
3. "Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibn
Majah, dengan teks Muslim dari 'Ubadah bin Shamit, Nabi s.a.w bersabda:
"(Juallah) emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya'ir dengan sya'ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (denga
syarat harus) sama dan sejenis serta secara tunai. Jika jenisnya
berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.".
4. "Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Abu Daud, Ibnu Majah,
dan Ahmad, dari Umar bin Khattab, Nabi s.a.w bersabda: "(Jual-beli) emas
dengan perak adalah riba kecuali (dilakukan) secara tunai."
5. "Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri, Nabi s.a.w
bersabda: Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama
(nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain;
janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama (nilainya) dan
janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain; dan janganlah
menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.
6. "Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara' bin 'Azib dan Zaid bin Arqam :
Rasulullah saw melarang menjual perak dengan emas secara piutang (tidak
tunai).
7. "Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf: "Perjanjian dapat
dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram."
8. "Ijma. Ulama sepakat (ijma') bahwa akad al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu
Memperhatikan :
1. Surat dari pimpinah Unit Usaha Syariah Bank BNI no. UUS/2/878
2. Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada Hari Kamis, tanggal 14 Muharram 1423H/ 28 Maret 2002.
MEMUTUSKAN :
Dewan Syari'ah Nasional Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG (AL-SHARF).
Pertama : Ketentuan Umum
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan).
3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-taqabudh).
4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai.
Kedua : Jenis-jenis transaksi Valuta Asing
1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing
untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya
paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena
dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses
penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi
internasional.
2. Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang
nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu
yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya
adalah haram, karena harga yang digunakan adalah harga yang
diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari,
padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan
nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement
untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah)
3. Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas
dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan
valas yang sama dengan harga forward. Hukumnya haram, karena mengandung
unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka
membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah
unit valuta asing pada harga dan jangka waktu atau tanggal akhir
tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
Ketiga : Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 14 Muharram 1423 H / 28 Maret 2002 M
DEWAN SYARI'AH NASIONAL - MAJELIS ULAMA INDONESIA